Selasa, 29 Maret 2016

Nasehat Murid Nabi Isa AS

Pada masa khalifah Umar, wilayah Qadisiyah yang termasuk kota besar di Persia (Iran dan Irak sekarang ini) ditaklukan dan Sa'ad bin Abi Waqqash, salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga ketika hidupnya, menjadi Amirnya. Setelah beberapa waktu lamanya, Umar memerintahkan Sa'ad mengirim sahabat Nadhlah bin Muawiyah untuk menaklukan Hulwan, masih termasuk wilayah Persia lainnya.
Dengan 300 orang tentara berkuda, Nadhlah melakukan pengepungan kota Halwan beberapa waktu lamanya sehingga mereka menyerah, menyatakan takluk kepada Madinah. Nadhlah kembali ke Qadisiyah dengan membawa jizyah dan ghanimah yang cukup banyak. Di tengah perjalanan, mereka singgah di suatu dataran di bawah pegunungan karena telah masuk waktu shalat. Nadhlah berdiri melantunkan adzan, tetapi di sela-sela jawaban adzan dari anggota pasukannya, terdengar suara lain di atas gunung yang menimpali suara adzannya, dan mereka semua mendengarnya cukup jelas.
Ketika ia melantunkan : Allahu Akbar Allahu Akbar (2x), terdengar suara jawaban, "Engkau telah mengagungkan Dzat Yang Maha Besar, wahai Nadhlah!"
Ketika ia melantunkan : Asyhadu alla ilaaha illallaah (2x), terdengar suara jawaban, "Itu adalah kalimat ikhlas, wahai Nadhlah!"
Ketika ia melantunkan : Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (2x), terdengar suara jawaban, "Wahai Nadhlah, dia (Nabi Muhammad SAW) itu adalah orang yang diberitahukan Nabi Isa kepada kami!"
Ketika ia melantunkan : Hayya 'alash sholaah (2x), terdengar suara jawaban, "Sungguh beruntunglah orang yang mengerjakannya secara istiqamah!"
Ketika ia melantunkan : Hayya 'alal falaah (2x), sangatlah beruntung orang yang memenuhi ajakan Nabi Muhammad SAW, itu adalah jaminan bagi umat Nabi Muhammad SAW!"
Ketika ia melantunkan : Allahu Akbar Allahu Akbar, laa ilaaha illallaah, terdengar suara jawaban, "Kamu benar-benar ikhlas wahai Nadhlah, sungguh Allah akan mengharamkan jasadmu dari api neraka!"
Selesai adzan mereka aempat dicekam ketakutan oleh suara tersebut, walau perkataan ghaib itu membenarkan keislaman dan apa yang sedang mereka lakukan. Maka Nadhlah sebagai pemimpin rombongan pasukan itu berkata, "Wahai hamba Allah, siapakah engkau? Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Apakah engkau malaikat, jin atau hamba Allah lainnya? Engkau telah memperdengarkan suaramu kepada kami, maka tunjukkanlah bentuk tubuhmu! Aku adalah tentara Allah, balatentara Rasulullah SAW, dan balatentara Umar bin Khaththab !
Tiba-tiba muncul seseorang yang sangat tua, berambut dan berjenggot putih, menakai bulu yang sangat sederhana, dan berkata, "Assalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh!"
Nadhlah dan kawan-kawannya berkata, "Wa'alaikassalam warahmatullaahi wabarakaatuh, siapakah engkau ini? Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!"
Orang tua itu berkata, "Aku adalah Zarnab bin Bar'ala, murid dan orang yang sangat dipercaya oleh Nabi Isa. Aku ditempatkan di gunung ini dan di do'akan Nabi Isa panjang umur hingga waktunya beliau turun lagi ke bumi dari langit!"
Nadhlah dan kawan-kawannya terheran-heran mendengar perkataannya itu. Kalau melihat begitu tuanya, bisa jadi memang benar perkataannya itu. Tetapi tampak sekali dia masih sangat kuat dan kokoh di balik penampilan ketuaannya, tidak ada tanda-tanda kelemahan sama sekali. Orang tua itu berkata lagi, "Karena aku tidak bisa bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, begitu juga dengan Umar bin Khaththab, maka sampaikanlah ucapanku ini kepadanya!"
Zarnab berkata lagi, "Wahai Umar, bekerjalah yang keras, karena sesungguhnya hari kiamat telah sangat dekat. Dan sampaikanlah kepada umat Muhammad SAW, jika nanti telah terjadi peristiwa-peristiwa di antara mereka, apa-apa yang akan aku sampaikan, hendaklah mereka lari, hendaknya mereka menghindari sejauh-jauhnya, jangan sampai terjatuh kepada hal-hal itu."
Peristiwa yang dimaksudkan Zarnab, yang adalah merupakan tanda-tanda makin dekatnya kiamat, dan jangan sampai kita terjatuh dan terperangkap di dalamnya, adalah :
  • Jika laki-laki senang dengan laki-laki, dan wanita senang dengan wanita. Maksudnya bersikap homoseksual atau lesbian, seperti yang terjadi pada kaum Nabi Luth AS.
  • Jika orang-orang senang bernasab kepada orang yang bukan leluhurnya, nasabnya palsu.
  • Jika orang yang tua tidak menyayangi yang muda, dan orang-orang muda tidak mau menghormati yang tua.
  • Jika orang-orang telah meninggalkan amar ma'ruf dan nahi munkar.
  • Jika orang-orang yang pandai (ulama) belajar dan mengajarkan ilmunya semata-mata untuk mencari kekayaan dunia.
  • Hujan turun di musim kemarau, dan kemarau memanjang hingga di musim hujan.
  • Anak-anak menjengkelkan orang tua, bersikap kurang ajar dan sedikit sekali orang yang mempunyai budi pekerti yang baik (ber-akhlaqul karimah).
  • Orang-orang berlomba-lomba mendirikan bangunan dan rumah.
  • Lebih senang mengikuti (mengumbar) hawa nafsunya, bahkan menjual agama demi keuntungan duniawiah semata.
  • Menganggap ringan masalah pembunuhan, dan menjual hukum demi kepentingan pribadi.
  • Senang memutuskan silaturahmi.
  • Menghiasi Mushaf-Mushaf (Al qur'an), dan memperindah masjid-masjid.
  • Suap menyuap dan riba menyebar dimana-mana.
  • Orang-Orang senang dipuji-puji, termasuk wanitanya, dan mereka (kaum wanita) bepergian kemana-mana dengan berkendaraan sendiri.
Setelah itu Zarnab bin Bar'ala mengucap salam dan berlalu pergi menuju pegunungan darimana dia datang, yang dalam sekejap saja ia hilang dari pandangan mata.
Usai shalat, Nadhlah segera memerintahkan pasukan segera kembali ke Qadisiyah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, pemimpinnya. Sa'ad sangat tertarik dengan pesan atau nasehat yang diberikan oleh Zarnab, yang sepertinya mirip sekali dengan pesan atau pengajaran Nabi SAW tentang tanda-tanda akhir zaman yang pernah didengarnya. Ia ingin bisa bertemu dan mendengar langsung pengajaran itu dari murid Nabi Isa tersebut, maka ia membawa 4.000 orang pasukan yang dipimpinnya menuju dataran di bawah pegunungan tersebut.
40 hari lamanya mereka tinggal di bawah pegunungan itu, dan shalat lima waktu didirikan dengan berjama'ah, dengan adzan yang dikeraskan, termasuk Nadhlah. Tetapi tidak pernah ada jawaban atau suara sahutan seperti yang dialami Nadhlah sebelumnya. Kalau tidaklah peristiwa itu dialami dan disaksikan langsung oleh 300 orang pasukan berkuda yang mengikutinya, pastilah Nadhlah dianggap hanya berbohong atau mengigau saja.
Mungkin peristiwa itu hanya keutamaan dan kemuliaan yang khusus diberikan Allah kepada Nadhlah, sehingga seorang sahabat yang lebih utama seperti Sa'ad bin Abi Waqqash tidak bisa 'mencontohnya'. Memang hak prerogatif Allah untuk memberikan keutamaan dan kekhususan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, yang tidak bisa diperoleh walau mungkin kita telah mencontoh amalan istiqomahnya, bahkan dengan kualitas yang lebih baik.
Wallahu 'alam.

Sabtu, 26 Maret 2016

Nabi Idris AS Menyiasati Malaikat Izrail

Menurut sebagian riwayat, Nabi Idris AS belum pernah mengalami kematian ketika hidupnya di dunia seperti halnya Nabi Isa AS, hanya saja mempunyai kisah dan keadaan yang berbeda.
Tentang Nabi Isa AS dalam versi kita kaum muslimin,, ketika pasukan kaum Yahudi berhasil menemukan tempat persembunyian Nabi Isa AS dan para sahabat beliau kaum Hawariyyin, Allah SWT mengangkat beliau ke langit, kemudian Allah SWT menyerupakan wajah Yudas Iskariot menyerupai wajah Nabi Isa AS. Murid beliau yang satu ini berkhianat dan menunjukkan persembunyian beliau kepada kaum Yahudi karena iming-iming harta kekayaan. Yudas Iskariot inilah yang ditangkap, disalib kemudian dibunuh oleh orang-orang Yahudi karena memang 'memiliki' wajah Nabi Isa AS.
Sedang tentang Nabi Idris AS, semuanya berawal dari malaikat maut yang ingin bersahabat dengan beliau. Keinginan dan kerinduan malaikat Izrail itu muncul karena setiap hari (pada waktu Ashar) dan malamnya (pada waktu Shubuh) ia melihat begitu indah dan cemerlangnya amal-amal Nabi Idris AS yang diangkat ke langit. Maka malaikat Izrail memohon kepada Allah SWT merealisasikan keinginannya itu, dan Allah SWT mengabulkannya. Maka malaikat Izrail menjelma menjadi manusia dan turun ke bumi.
Nabi Idris AS mempunyai amalan berpuasa setiap harinya sepanjang masa, dan berdiri untuk shalat sepanjang malam setelah waktu berbukanya, hingga matahari terbit. Malaikat Izrail dalam bentuk manusia datang bertamu, setelah mengucap salam dan diijinkan untuk masuk, ia langsung duduk di sebelah Nabi Idris AS. Beliau berkata, "Apakah engkau mempunyai keperluan dengan aku?"
Tentu saja Nabi Idris AS tidak mengetahui kalau tamunya itu adalah malaikat maut, disangkanya hanya manusia biasa seperti kebanyakan tamu beliau. Malaikat Izrail berkata, "Tidak, aku hanya ingin menemani engkau jika diizinkan!!"
Nabi Idris AS mengizinkannya dan beliau meneruskan aktivitas pekerjaan. Sebagian riwayat menyebutkan, pekerjaan beliau adalah seorang penjahit.
Setelah tiba waktu berbuka, datang malaikat membawa hidangan surga. Nabi Idris menghadapi hidangan itu sambil berkata kepada tamunya, "Marilah makan bersamaku!!"
Tentu saja malaikat Izrail tidak memerlukan makanan-makanan itu, maka ia menolak dan mempersilakan Nabi Idris berbuka dan makan sendirian saja. Usai berbuka, beliau langsung meneruskan beribadah seperti biasanya, berdiri untuk shalat sepanjang malam itu, sementara malaikat Izrail tetap duduk di tempatnya seperti sebelumnya. Ketika matahari terbit dan Nabi Idris mengakhiri ibadah shalatnya, ia keheranan karena tamunya itu masih saja duduk menemaninya tanpa banyak perubahan seperti sebelumnya. Keheranan yang tidak perlu andai saja beliau tahu kalau tamunya itu seorang malaikat.
Pada pagi hari seperti itu biasanya Nabi Idris mulai menjahit, tetapi karena hari itu mempunyai tamu yang dalam sehari-semalam ini hanya duduk menemaninya, beliau berkata, "Wahai Tuan, apakah Tuan bersedia berjalan-jalan bersamaku sehingga engkau merasa senang?"
Malaikat Izrail berkata, "Baiklah!!"
Mereka berdua berjalan, hingga ketika sampai pada suatu ladang, Izrail berkata, "Apakah engkau mengizinkan aku mengambil beberapa tangkai dari tanaman ini untuk makanan kita berdua??"
"Subhanallah," Kata Nabi Idris, "Kemarin aku mengajak makan tetapi engkau menolak makan yang jelas halalnya, tetapi hari ini engkau ingin makan dari yang haram!!"
Malaikat Izrail hanya tersenyum mendengar jawaban itu, kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan hingga 4 hari lamanya, dan setiap kali masuk waktu berbuka, datang malaikat membawa hidangan untuk Nabi Idris. Setiap kali beliau mengajak makan hidangan surga itu, tentu saja Malaikat Izrail menolak.
Akhirnya Nabi Idris menyadari kalau tamunya ini bukanlah manusia biasa, beliau berkata, "Sebenarnya siapakah tuan ini?."
Malaikat Izrail berkata, "Saya adalah malaikat maut."
Nabi Idris terkejut mendengarnya, dan berkata, "Jadi engkau yang mencabut nyawa?"
"Ya," Jawab Malaikat Izrail.
Beliau berkata lagi, "Engkau selalu berada di sisiku sejak empat hari yang lalu, apakah engkau mencabut nyawa seseorang (selama itu)?"
Malaikat Izrail menjawab, "Ya, bahkan banyak sekali aku mencabut nyawa!"
Beliau berkata, "Bagaimana engkau melakukannya?"
Malaikat Izrail berkata, "Ruh-ruh semua makhluk itu ada di depanku, sebagaimana sebuah hidangan makanan. Mudah sekali aku meraih dan mengambilnya (yang telah tiba waktunya), seperti halnya engkau mengambil makanan di depanmu!"
Nabi Idris manggut-manggut tanda mengerti, walau mungkin beliau tidak melihat langsung bagaimana malaikat maut mencabut nyawa seseorang, pada saat yang sama sedang berjalan bersama dirinya selama empat hari terakhir. Beliau berkata lagi, "Apakah maksud kedatanganmu kepadaku, sekedar berkunjung atau mencabut nyawa?"
Izrail berkata, "Aku datang sekedar berziarah kepadamu dengan seizin Allah SWT!"
Sejenak Nabi Idris terdiam seperti memikirkan sesuatu, kemudian berkata, "Wahai Malaikat Maut, kebetulan sekali, sesungguhnya aku mempunyai hajat (keperluan) kepadamu!"
"Apa hajatmu kepadaku?" Kata Malaikat Izrail.
"Hajatku kepadamu adalah, hendaklah engkau mencabut nyawaku, dan aku memohon kepada Allah SWT agar Dia menghidupkan aku lagi, sehingga aku bisa makin giat beribadah setelah aku merasakan sakitnya sakaratul maut!" Kata Nabi Idris.
Izrail berkata, "Aku tidak bisa mencabut nyawa seseorang kecuali atas seizin Allah SWT, yakni yang telah sampai pada saat ajalnya. Sedangkan saat ini belum tiba saat ajalmu!"
Tetapi sesaat kemudian turun perintah Allah SWT kepada malaikat Izrail agar mencabut nyawa Nabi Idris. Maka Izrail memberitahukan perintah Allah tersebut kepada Nabi Idris, yang dengan senang hati menerimanya. Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris dan beliau meninggal, tetapi setelah itu Izrail menangis tersedu-sedu karena merasa kehilangan sahabatnya dalam 4 hari tersebut. Ia terus menangis dan merendahkan diri kepada Allah, sambil meminta agar Allah menhidupkan kembali Nabi Idris.
Setelah beberapa waktu lamanya Izrail dirundung kesedihan, Allah menghidupkan kembali Nabi Idris. Tentu saja Izrail sangat genbira, dan ia berkata, "Bagaimana engkau merasakan sakitnya kematian?"
Nabi Idris berkata, "Sesungguhnya hewan ketika dikelupas kulitnya (dikuliti) dalam keadaan hidup, maka sakitnya kematian itu seribu kali lebih sakit daripada itu!"
Izrail berkata, "Sesungguhnya aku bersikap sangat lembut dan sangat hati-hati ketika mencabut nyawamu, yang belum pernah aku lakukan sebelumnya kepada siapapun!"
Nabi Idris berkata lagi, "Aku masih mempunyai hajat kepadamu, sesungguhnya aku ingin melihat neraka jahanam, dan aku berharap bisa makin giat beribadah kepada Allah setelah melihat siksaan, rantai, belenggu dan berbagai azab neraka lainnya!"
Izrail berkata,, "Bagaimana aku bisa membawamu ke neraka jahanam tanpa seizin Allah!"
Tetapi sesaat kemudian Allah SWT berfirman kepadanya untuk memenuhi permintaan Nabi Idris tersebut. Izrail membawa beliau mengunjungi jahanam, memperlihatkan berbagai macam siksaan yang dipersiapkan bagi orang-orang yang mendurhakai Allah, seperti rantai dan belenggu api, ular, kalajengking, aspal, air yang mendidih, zaqqum dan berbagai macam siksaan lainnya. Semua itu membuat Nabi Idris mengigil penuh ketakutan, setelah itu ia membawa beliau kembali ke tempat semula di dunia.
Kemudian Nabi Idris berkata lagi, "Wahai Malaikat Maut aku masih mempunyai hajat lainnya kepadamu, yakni bawalah aku ke surga. Jika aku telah melihat dan merasakan kenikmatan surga, aku akan lebih bersemangat dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada Allah!"
Lagi-lagi Izrail berkata, "Bagaimana mungkin aku membawamu ke surga tanpa seizin Allah!"
Dan seperti sebelumnya, Allah menurunkan perintah-Nya agar membawa Nabi Idris ke surga seperti permintaannya. Segera saja Izrail membawa beliau, dan berhenti di pintu surga, yang dari sana telah terlihat berbagai kenikmatan di dalamnya. Maka Nabi Idris berkata, "Wahai saudaraku, aku telah merasakan sakitnya kematian, merasakan (pengaruh) dahsyatnya siksa neraka dan keterkejutan melihatnya. Apakah engkau berkenan meminta kepada Allah agar mengizinkan aku memasuki surga, sekedar minum seteguk airnya, untuk menghilangkan bekas-bekas sakitnya kematian dan dahsyatnyah siksaan neraka!"
Izrail memanjatkan do'a kepada Allah sesuai permintaan beliau, dan Allah mengabulkan serta mengizinkannya. Maka Nabi Idris memasuki surga dan hanya minum seteguk air sesuai janjinya. Tetapi sebelum keluar lagi, beliau meninggalkan terompah beliau di bawah pohon. Setelah berada di pintu surga lagi bersama Izrail, Nabi Idris berkata, "Wahai Malaikat Maut, terompahku tertinggal di surga, aku akan mengambilnya!"
Nabi Idris segera masuk ke surga, tetapi beberapa waktu lamanya Izrail menunggu beliau tidak keluar juga, maka ia berkata, "Wahai Idris segeralah keluar!"
Nabi Idris menyahut dari dalam surga, "Wahai Malaikat Maut, aku telah mendengar firman Allah bahwa tidak seorang manusia-pun kecuali akan merasakan sakitnya kematian, kemudian akan mendatangi neraka dan merasakan (walau hanya sedikit pengaruhnya) beratnya siksaan di dalamnya. Dan kalau beruntung, dia akan mendatangi surga dan merasakan kenikmatan di dalamnya, dan tidak pernah dikeluarkan lagi. Sesungguhnya aku telah merasakan seperti itu, dan kini telah masuk ke surga, maka aku tidak akan keluar lagi!"
Mendengar hujjah (argumentasi) itu Malaikat Izrail jadi ketakutan. Bagaimana semua itu terjadi berawal dari 'keinginannya' untuk bershabat dengan Nabi Idris. Ia takut Allah murka kepada dirinya karena sikap Nabi Idris yang tidak mau keluar dari surga, kembali ke dunia seperti semula. Tetapi kemudian Allah berfirman kepadanya, "Wahai Izrail, biarkanlah dia disana, sesungguhnya telah menjadi ketetapan-Ku sejak zaman azali bahwa ia termasuk ahlul jannah!"
Wallahu'alam