Kamis, 07 Mei 2015

Tidak Berputus Asa Dari Rahmat Allah

Jauh Sebelum diutusnya Nabi SAW, pernah ada seseorang yang luar biasanya 'prestasi' kejahatannya, ia telah membunuh 99 orang tanpa alasan yang benar. Namun demikian, tiba-tiba tergerak dalam hatinya untuk bertaubat, hanya saja ia bimbang apakah masih ada peluang baginya untuk kembali ke jalan kebaikan. Orang-orang di sekitarnya menyarankan agar menemui seorang rahib untuk menanyakan hal itu.

Ketika tiba di tempat kediaman sang rahib, ia menceritakan kegundahan hatinya dan keinginannya untuk bertaubat. Sang rahib bertanya, "Apakah kesalahanmu itu?"
Ia berkata, "Saya telah membunuh 99 orang tanpa alasan yang benar!!"
"Apa??" Seru sang rahib penuh kekagetan, "membunuh 99 orang? Tidak ada jalan bagimu!! Tempat yang tepat bagimu adalah neraka!!"

Lelaki itu sangat kecewa sekaligus marah. Ia sadar bahwa kesalahannya memang begitu besarnya. Tetapi cara sang rahib menyikapi dan 'memvonis' itu sangat melukai perasaanya. Walau hatinya mulai melembut dengan keinginannya untuk taubat, tetapi jiwa jahatnya belum benar-benar menghilang. Tanpa banyak bicara, ia mengambil pisaunya dan membunuh sang rahib. Genap sudah 100 nyawa tidak bersalah yang melayang di tangannya, tetapi 'panggilan' Ilahiah untuk bertaubat terus mengganggu perasaanya, hanya saja ia tidak tahu harus bagaimana?

Suatu ketika ada seorang menyarankan untuk menemui seseorang yang alim di suatu tempat, dan ia segera menuju kesana. Ketika tiba di tempat tinggal sang alim, ia menceritakan jalan hidupnya, termasuk ketika ia menggenapkan pembunuhannya yang ke 100 pada diri sang rahib, dan tentu saja keinginannya untuk bertaubat. Sang alim yang bijak itu berkata "Tentu saja bisa, dan tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi keinginanmu untuk bertaubat. Tetapi tinggalkanlah tempat tinggalmu itu karena disana memang kota maksiat. Pergilah ke kota A (kota lainnya) karena disana banyak orang yang beribadah kepada Allah, beribadahlah engkau bersama mereka, dan jangan pernah kembali ke kotamu itu. Insyaallah engkau akan memperoleh ampunan Allah dan dimudahkan jalan kepada kebaikan!!"

Lelaki itu segera berangkat ke kota yang dimaksudkan sang alim, tetapi di tengah perjalanan kematian menjemputnya. Datanglah 2 Malaikat untuk menjemput jiwa lelaki itu, satu Malaikat Rahmat dan satunya Malaikat Azab (Siksa). 2 Malaikat itu bertengkar dan masing-masing merasa berhak untuk membawa jiwa lelaki itu.
Sang Malaikat Rahmat berkata, "Ia telah berjalan kepada Allah dengan sepenuh hatinya!!"
Malaikat Azab berkata, "Ia tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali, justru kejahatannya yang bertumpuk-tumpuk!!"

Mereka berdua terus beradu argumentasi, sampai akhirnya Allah mengutus Malaikat yang ketiga dalam bentuk manusia untuk menjadi 'hakim' bagi keduanya. Setelah masing-masing mengajukan pendapatnya, ia berkata, "Ukurlah jarak 2 kota itu dari tempat kematiannya ini, mana yang lebih dekat, maka ia termasuk golongannya!!"
Mereka mengukur jaraknya, dan ternyata kota yang dituju (kota tempat ibadah dan kebaikan) lebih dekat sejengkal daripada kota maksiat yang ditinggalkannya. Maka jiwanya dibawa oleh Malaikat Rahmat, dan ia memperoleh ampunan Allah.

Dalam riwayat lainnya disebutkan, sebenarnya lelaki itu belum jauh meninggalkan kota maksiat tersebut. Tetapi Allah memang berkehendak untuk mengampuninya, maka dari tempat kematiannya itu, kota kebaikan dan ibadah dipanggil mendekat dan kota maksiat 'dihalau' menjauh hingga jarak keduanya hanya selisih sejengkal tangan, lebih dekat kepada kota kebaikan.
Wallahu'alam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar