Nabi Ibrahim AS adalah salah satu dari Nabi Ulul Azmi yang juga digelari dengan Kholilullah, kekasih Allah. Suatu ketika Allah membukakan 'hijab' bagi beliau dan menunjukkan kepadanya berbagai kerajaan langit dan bumi. Beliau sangat kagum melihat pemandangan, dimana semua makhluk Allah dari berbagai lapisan langit sibuk berdzikir (bertasbih) dan beribadah kepada Allah dengan caranya masing-masing, begitu juga dengan makhluk-makhluk di bumi.
Setelah beberapa waktu lamanya 'menikmati' pemandangan yang begitu menyejukkan hati, dan mendengarkan 'simphoni' dzikir dari berbagai makhluk yang begitu harmonisnya, tiba-tiba pandangan Nabi Ibrahim jatuh pada seorang manusia yang tengah melakukan kemaksiatan kepada Allah. Hati beliau begitu terusik, dan beliau mengetahui bahwa untuk kemaksiatan yang dilakukannya itu, secara syariat patut diberikan hukuman atau qishash berupa kematian. Karena itu beliau berdo'a, "Ya Allah, binasakanlah orang (yang berbuat maksiat) itu!!"
Sebagai Kholilullah yang do'anya makbul, Allah mengabulkan do'a Nabi Ibrahim tersebut, dan seketika orang yang berbuat maksiat itu mati.
Nabi Ibrahim masih 'meneruskan' penjelajahannya ke penjuru bumi lainnya, dan lagi-lagi beliau melihat seseorang yang berbuat maksiat. Seperti sebelumnya, beliau mendo'akan kebinasaan dan Allah mengabulkan do'a beliau tersebut.
Hal itu berulang hingga 4 kali, dan akhirnya Allah berfirman, "Hai Ibrahim, berhentilah (mendo'akan kebinasaan bagi pelaku maksiat)!! Jika Aku selalu membinasakan (mematikan) seorang pelaku maksiat yang engkau lihat, niscaya tidak ada seorangpun yang akan tersisa. Sesungguhnya karena (sifat) Khalim-Ku maka tidaklah aku menyegerakan siksa bagi mereka. Salah satu dari dua kemungkinan, mereka akan bertobat atau mereka akan terus menerus melakukan kemaksiatan itu hingga menghadap-Ku (yakni mati). Dan setelah mereka berada di hadapan-Ku, terserah Aku, apakah Aku akan mengampuni atau mengazab mereka!!"
Al-Khalim adalah salah satu dari Asmaul Husna yang jumlahnya 99 itu, yang dapat diartikan sebagai : Yang Maha Tetap dapat Menahan Amarah. Atau juga berarti : Yang Dapat Mengundurkan / Menunda Siksa atas Hamba-Nya yang sepantasnya mendapat siksa karena maksiat-maksiat yang dilakukannya. Secara ringkas biasanya diartikan sebagai Yang Maha Penyantun atau Yang Maha Belas Kasih.
Junjungan kita, Rasulullah SAW juga pernah mengalami hal yang kurang lebih sama, walaupun kondisinya berbeda. Ketika masih melaksanakan dakwah Islamiyah di Mekkah, beliau dan kaum muslimin lainnya pernah mengalami siksaan dan penghinaan yang tidak terkirakan dari tokoh-tokoh kaum kafir Quraisy, yakni Harits bin Hisyam, Suhail bin Amr dan Shafwan bin Umayyah, atau Amr bin Ash dalam riwayat lainnya.
Bukannya mendapat pengabulan, tetapi justru turun wahyu Allah yang menegur Rasulullah SAW karena do'a beliau tersebut, yakni QS Ali Imran ayat 128 :
Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim.
Ternyata kemudian, tokoh-tokoh yang dido'akan laknat oleh Nabi SAW itu memeluk islam, ada yang setelah dikukuhkannya Perjanjian Hudaibiyah, ada juga setelah Fathul Makkah, begitu juga dengan tokoh-tokoh Quraisy lainnya. Dan setelah keislamannya itu, mereka benar-benar membaktikan hidupnya untuk dakwah dan jihad di jalan Allah, dan tidak sedikit dari mereka mendapat rizki kesyahidan.
Peristiwa yang kurang lebih sama juga terjadi pada Nabi SAW saat Perang Uhud dan Peristiwa Bi'r Ma'unah.
Karena itu ada sebagian ulama yang memfatwakan larangan, atau bahkan mengharamkan kita untuk melaknat atau mengkafirkan seseorang yang berbuat dhalim kepada kita, sekalipun orang itu benar-benar kafir atau musyrik (tidak memeluk islam), kecuali orang tersebut telah mati dalam kemusyrikatannya, seperti halnya Abu Jahal, Abu Lahab dan lain-lainnya. Bisa jadi Allah akan memberikan hidayah-Nya dan mereka akan memeluk Islam sebelum maut menjemputnya.
Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar